Entri Populer

Minggu, 02 Desember 2012

YANG UTAMA DAN TERUTAMA BAGI PERTUMBUHAN GEREJA, PERAN DAN PEMIKIRAN, SERTA KONTRIBUSINYA BAGI PEMBANGUNAN BANGSA



I.          PENDAHULUAN
Hendrik Kraemer pernah berkata, bahwa pemimpin gereja, maupun pengembangan/ pertumbuhannya yang terbaik bagi gereja-gereja di Indonesia adalah orang-orang Indonesia sendiri. Dengan dasar pertimbaganan tersebut diharapkan orang-orang Indonesia dapat meneruskan tugas panggilan gereja di Indonesia dalam waktu tidak begitu lama, dengan harapan gereja-gereja yang dipimpin oleh misionaris secara bertahap dipimpin oleh pendeta pribumi (orang-orang Indonesia).
Choan Seng Song, teolog Taiwan yang menggagas teologi kontekstual, berpendapat bahwa kebudayaan Asia adalah wadah yang paling tepat bagi Injil Yesus Kristus untuk masyarakat Kristen di Asia.Pengalaman ini ratusan tahun kekristenan di Asia masih terbungkus oleh budaya Barat. Barat memang menarik (mungkin dominan) juga ketika mereka ke Asia pada abad ke 16, untuk mendapatkan rempah-rempah. Disamping mendapatkan secara langsung rempah-rempah mereka mewartakan Injil yang indah untuk orang-orang Asia. Kekristenan (Protestan lahir pada abad ke 18) sejak itulah kekristenan Barat di Indonesia sampai usainya Perang Dunia II, bertumbuh, namun lambat tidak secepat yang dibayangkan, dibanding dengan misinya pekabaran Injil di Asia, khususnya di Indonesia. Para Misionaris yang datang ke Indonesia adalah orang-orang Barat (Misionaris Pietisme) sebagai orang Barat memiliki budaya Barat. sebagai orang pietisme, mereka mencurigai terhadap nilai-nilai di luar kitab suci. Akibatnya terjadilah pengeliminasian budaya Indonesia di dalam kekristenan yang ada di Indonesia. Orang-orang pribumi yang menjadi kristen dilepaskan dari akar budayanya. Salah satu istilah ejekan kepada orang-orang Kristen yang meninggalkan budaya Jawa ialah “Londo ireng”. Namun budaya Baratbelum dia miliki. Ternyata apa yang dikatakan “Sadhu Sundar Sing” (penginjil India) kekristenan berbaju Barat kurang dapat diterima di Asia. Pertimbangan tersebut, meyakinkan kekristenan di Asia tidak berkembang hanya + 10 % di Asia. Dalam konteks Indonesia, menjadikan kekristenan berbudaya Indonesia. untuk menjadikan kekristenan eksis dan bertumbuh di Asia, salah satu caranya ialah menjadikan kekristenan berwajah Asia, dan di Indonesia menjadikan kekristenan berwajah kebudayaan Indonesia. Dalam pengamatan saya, semangat untuk membawa Injil ke dalam konteks Indonesia tidak terlihat di berbagai wilayah/daerah Indonesia, dengan pemakaian atribut budaya yang telah dilakukan. Tetapi terbatas kontekstualisasinya, masih terkesan kegamangan untuk masuk lebih dalam dan kekristenan menyentuh daerah terlarang “Sinkritisme”.Melalui paparan ini, saya mencoba menyampaikan suara hati orang-orang kristen di Indonesia, mencari fondasinya pada Injil dan membandingkannya dengan wajah kekristenan umum di Indonesia. Kesimpulan saya selaku pejabat Ditjen Bimas Kristen, masih banyak yang harus dikaji dengan penuh keterbukaan hati dan keberanian untuk demi kemuliaan nama Tuhan melalui Injil Yesus Kristus dan demi menjaga istilah yang sering muncul kepermukaan bahwa Kristen di Indonesia adalah Kristen kebarat-baratan.
1.        Kuasa dan Wibawa bagi Pertumbuhan Geraja
1.1.      Pertimbangan teori Peter Wagner dan Wibawa bagi Pertumbuhan Gereja
Peter Wagner (seorang ahli pertumbuhan gereja) dari Fuller Teological Seminary, dia mengamati tentang pertumbuhan gereja-gereja Pentakosta, dan Kharismatik di Amerika Latin dan Asia. kesimpulannya adalah peranan demonstrasi di dalam gereja menjadi faktor yang sangat penting bagi pertumbuhan gereja. Peter Wagner yang semula kurang tertarik tentang cara-cara Pentakosta – Kharismatik, tidak bisa menyangkal bahwa kuasa mukjizat, kuasa penyembuhan yang berasal dari Roh Kudus sungguh-sungguh menyebabkan pertumbuhan gereja sangat luar biasa hal inilah yang Peter Wagner meneliti kebenaran Alkitab dan melihat bahwa dialog-dialog akali dan teolog seperti yang pernah dilakukan oleh Rasul Paulus dengan filsuf Yunani di panggung Aeropagus tidak membawa dampak yang signifikan dibandingkan dengan demonstrasi kuasa Roh Kudus yang menyebabkan runtuhnya tembok penjara Pilipi.
2.        Pertimbangan dari strategi Kiyai Sadrakh dalam penginjilan di Jawa.
Kiyai Sadrakh adalah penginjil dari kalangan orang Jawa pada awal abad XX. Ia seorang yang berpendidikan yang sangat terbatas yang dipakai Tuhan sebagai Penginjil dikalangan orang Jawa,yang dapat mendirikan gereja sampai tahun 1898, berhasil mendirikan 70 Gereja dengan anggotanya + 8.000 orang. Para misionaris (Zending) dari Barat belum bisa mengimbangi dari strategi penginjilan yang dilaksanakan oleh Kiyai Sadrakh, walaupun pengetahuannya tentang agama Kristen sangat terbatas. pendekatannya berbeda dengan yang dilakukan oleh misionaris/zending Barat. Sadrakh sangat menguasai/menghargai kebudayaan Jawa dan menjadikan kebudayaan Jawa sebagai bungkus Injil Yesus Kristus yang diimaninya. Jadi kontekstualisasi merupakan ciri khas kekristenan yang dikembangkan oleh Sadrakh.
Ada 3 (tiga) pendekatan yang dilakukan oleh Sadrakh;
a.        Pola kepemimpinan Sadrakh adalah budaya Jawa, Sadrakh sangat menguasai dan menghargai budaya Jawa dan menjadikan kebudayaan Jawa sebagai sarana penginjilan. Kepemimpinan Sadrakh yang sangat Jawa, terasa asing bagi para Misionaris. Mereka menuduh Sadrakh menempatkan dirinya terlalu tinggi, sehingga disembah oleh para pengikutnya bagaikan Allah sendiri.
b.        Metode pelayanan Sadrakh yang menjadikan kuasa rohani sebagai sarana utama, untuk mengkristenkan orang lain, dan mengabaikan faktor-faktor teologi Protestan sebagai sarana mengkristenkan orang lain. Bagi Misionaris, seorang yang menjadi Kristen hanya karena kagum kepada Sadrakh, adalah tidak tepat. Menurut para Misionaris orang menjadi Kristen mengikuti ajaran Kristen Protestan.
c.        Ajaran yang kontekstual;
Ajaran kontekstual yang dilaksanakan oleh Sadrakh dipandang menyimpang dari para Misionaris. Sadrakh mengajarkan “Yesus adalah Ratu Adil”, membakar kemenyan sambil mengucapkan mantra untuk kesembuhan anggota jemaat, atau mengusir roh-roh jahat. Dari uraian tersebut di atas, saya ingin menjelaskan dalam pengembangan gerejanya, Sadrakh paling tidak menekankan 2 (dua) hal: pertama, dalam melayani jemaat sangat dibutuhkan kepemimpinan yang baik, dan teladan kepada jemaat, dan kedua, adanya demonstrasi kuasa, dalam pelayanan kepada jemaat.
II.       STRATEGI PENYAMPAIAN KHABAR BAIK YANG KONTEKSTUAL
-       POLA KEPEMIMPINAN SADRAKH
Perbedaan model kepemimpinan Barat dan Timur terletak pada penempatan kekuasaan. Di Barat kekuasaan dibagi-bagi sedangkan di Timur, kekuasaan disatukan dan dipusatkan pada seorang pemimpin. Model kepemimpinan Timur inilah yang diterapkan oleh Sadrakh. Sadrakh mengambil seluruh kepemimpinan yang berfokus pada dirinya sendiri, dan mengambil seluruh tanggung jawab gerejanya. Ia sendiri yang mengangkat seluruh pembantunya. Ia sendiri yang menentukan pengembangan gerejanya, dan semua operasional gerejanya harus dia ketahui. Salah satu contoh tentang komunikasi ke Misionaris, tidak dapat dilakukan sebelum ada persetujuan dari Kiyai Sadrakh. Tapi dilain pihak semua kegiatan dia sendiri yang langsung bekerja, misalnya: pembukaan lahan pertanian di hutan. Dia mendirikan Gereja di lahan-lahan hutan sebagai tempat memuji Tuhan, dan tempat belajar Firman Tuhan. Ketika Sadrakh ditangkap, lalu dipenjarakan karena melawan Pemerintah, ia mewajibkan seluruh penduduk untuk di cacar, Sadrakh menerimanya untuk dipenjarakan sebagai konsekuensi logis sebagai pimpinan. Sadrakh merawat anggota jemaatnya jika ada yang sakit, membagikan tanah kepada jemaatnya untuk diusahai para jemaatnya, dan mempekerjakan anggota jemaatnya di tanah miliknya, dia memberi modal kepada jemaatnya supaya mereka berusaha. Sadrakh bukan saja sebagai pemimpin rohani, juga pemimpin kehidupan fisik dari jemaatnya yang ada dimana-mana.

-       DEMONSTRASI KUASA SADRAKH
Sadrakh memulai pelayanannya, ia menjumpai para Kiyai-Kiyai dan menantang mereka dengan adu ilmu. Strategi ini ia lakukan, untuk mempermudah pelayanannya kepada para Kiyai dan penduduk di sekitar maupun lingkungan Kiyai. Penyebaran agama Kristen lebih cepat dibanding dengan langsung berdialog dengan para Kiyai-kiyai dan para Guru-guru di desa-desa. Kalau tidak berhasil dengan strategi pertama, maka ia menantang mereka dengan cara, perang tanding di depan umum untuk mengetahui yang paling hebat ilmunya. Sadrakh berjanji, kalau ia kalah, maka ia akan kembali ke agamanya semula, tapi jika ia yang menang, maka pihak lawan-lawannya masuk agama Kristen. Dengan kepintarannya, lawan-lawannya dengan sendiri ingin menjadi agama Kristen. Dalam mengendalikan jemaatnya, Sadrakh menunjukkan kekuatannya yang lebih hebat dari pada murid-muridnya, ia bisa menghilang secara tiba-tiba dan muncul lagi dan kadang-kadang di tangan dan kakinya ada bekas paku seperti Kristus. Ia membagi-bagi kuasanya kepada murid-muridnya dengan menjual keris yang sudah lebih dahulu ia berkati. Untuk menolong jemaatnya yang bermasalah, Sadrakh secara rutin mengadakan upacara penyembuhan pada setiap Selasa kliwon, ia berdoa, lalu memberi air untuk diminum, ternyata jemaatnya yang bermasalah sembuh kembali.
-       POLA PELAYANAN YESAYA PARIADJI
Saya tidak memiliki sumber primer, berupa buku-buku pola pelayanan Yesaya Pariadji, dengan pertimbangan tersebut saya mempergunakan brosur-brosur yang dibagikan dalam ibadah-ibadah, beberapa kali menghadiri kebaktian Gereja Tiberias di Medan, Jakarta, serta profil Gereja Tiberias di Indonesia secara berturut-turut selama 3 tahun, yaitu 2009, 2010, 2011, ternyata pertumbuhan anggota jemaatnya sangat cepat, dari data tersebut, Gereja Tiberias didirikan pada tanggal 17 Agustus 1990. Sekarang dalam kurun waktu 20 tahun bahwa Gereja Tiberias tergolong menjadi salah satu gereja besar di Indonesia bahkan pelayanannya sudah menjangkau hingga luar negeri.
Selain pertumbuhan anggota jemaatnya yang begitu cepat, Gereja Tiberias juga melahirkan sebuah tren baru dalam pelayanan kekristenan di Indonesia. Dalam pengamatan saya, istilah minyak urapan, adalah sumbangan Gereja Tiberias dalam pelayanan gerejawi di Indonesia. Disamping itu perjamuan kudus, sebagai suatu yang sudah lazim dilaksanakan dalam kegiatan gerejawi mendapat makna baru dengan penerapan perjamuan kudus di Gereja Tiberias. Minyak urapan dan Perjamuan kudus menjadi sarana kuasa ilahi dan tidak lagi sekedar simbol atas karya Kristus bagi orang-orang percaya.
-       DEMONSTRASI KUASA DAN KEPEMIMPINAN YANG BAIK
Berdasarkan pengamatan saya yang tampak pada Yesaya Pariadji bahwa ada 2 (dua) hal yang menonjol kepada pelayanan Yesaya Pariadji:
Pertama          : Demonstrasi kuasa Roh Kudus, dan
Kedua             : Kepemimpinan yang berwibawa.
Dalam kesaksian pribadinya, ia melayani dan membangun gerejayang hidup dan penuh kuasa dan mengembalikan kembali kuasa minyak urapan dan perjamuan kudus seperti pada zaman kisah para Rasul, sesuai dengan hatinya Bapa Surgawi.
            Tuhan yang amanahkan kepada Yesaya Pariadji ialah untuk membebaskan dan menyembuhkan orang dari segala penderitaan, segala penyakit, dan dari segala kutuk. Kemajuan Gereja Tiberias Indonesia, begitu cepat berkembang di seluruh Indonesia, tidak terlepas dari kepemimpinan Yesaya Pariadji. Yesaya Pariadji mengatakan bahwa dirinya paling jujur. Menurut pendapat saya, kesaksian-kesaksian Yesaya Pariadji memberikan wibawa khususnya sehingga jemaat-jemaatnya, pembantu-pembantunya, dan murid-muridnya “sangat menghormatinya”. Yesaya Pariadji adalah pemimpin yang baik dan berwibawa. Kalau dia pembohong terhadap sesamanya, jemaatnya, dan para pembantu-pembantunya, maupun terhadap orang lain, yang pasti orang-orang dekatnya akan segera meninggalkan dia, dan gerejanya akan berkurang yang mengunjunginya.
BELAJAR DARI GEREJA MULA-MULA
Kalau kita baca kisah para Rasul-rasul, kelahiran dan pertumbuhan gereja-gereja sangat pesat, dalam hal kuantitas maupun kualitas iman jemaatnya. Dari kisah para Rasul tersebut mengenai pertumbuhan – pengembangan gereja dapat dicontoh bagi gereja sepanjang masa. Apa yang kita contoh dari perkembangan – pertumbuhan jemaat kisah Rasul memberi 2 (dua) hal:
Pertama            : Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan gereja, dan
Kedua   : Faktor kepemimpinan yang baik.
Pada awalnya, demonstrasi kuasa Roh Kudus dalam setiap pewartaan Firman Tuhan adalah hal yang umum. Para Rasul dapat menyelesaikan semua masalah dengan mengandalkan kuasa Rohul Kudus, bukan dengan akal – pikiran – hikmat manusia, dan bukan karena kekuatan manusia. mereka dapat menyembuhkan orang-orang sakit, kerasukan setan, dan lain-lain. Yang sakit didoakan secara terus menerus dengan keyakinan yang penuh kepada Tuhan. Hasilnya semuanya terjawab,mereka sehat, dan dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik (Bad. KPR 3, 9, 14, dan 20). Bagi yang dipenjarakan karena mewartakan Firman Tuhan, mereka terus menerus berdoa, mereka tidak kunjungi jemaatnya yang dipenjara, mereka cukup didoakan ternyata mereka dilepaskan tanpa syarat. Kalau diperhatikan pola yang dipergunakan oleh Kisah Para Rasul ada 2 (dua) tokoh yang ditonjolkan, tokoh pertama ialah Petrus (KPR 1 s/d Pasal 12) yang orientasinya kepada gereja Yahudi yang pusatnya di Yerusalem. Tokoh kedua ialah Paulus (KPR 13 s/d 18). Faktor kedua tokoh ini sangat dominan pada kehidupan gereja zaman Rasul, kepemimpinannya luar biasa dalam pembangunan jemaat Kristen. jika kita lihat dari keterpanggilan Rasul Petrus, dia mulai sebagai murid Tuhan Yesus Kristus, sedangkan Paulus dimulai dari panggilan dan pertobatannya, yang mendapat perintah dari Tuhan Yesus Kristus. Kedua Rasul ini memiliki khas masing-masing, namun memiliki kisah pengorbanan yang istimewa. Petrus bersama Tuhan Yesus, berbagai tantangan, dan penderitaan telah dialami, dia diancam dan dimasukkan ke dalam penjara, berbagai kesulitan dia hadapi, namun karena kuasa Roh Kudus dia mampu bertahan. Rasul Paulus lebih banyak lagi mengalami penderitaan (dibanding dengan Rasul-rasul lainnya) Bad. 2 Korintus 11 … hidupnya sangat susah, tapi dia tetap tegar tahan menghadapi tantangan dalam amanah / tugas yang disampaikan oleh Yesus Kristus. Dia beberapa kali masuk penjara, disiksa dengan macam-macam penderitaan, dia tetap bersabar, dengan kekuatan dari Roh Kudus. Tugas-tugas pewartaan Firman Tuhan tidak terhalang dengan tidak bermaksud untuk menyombongkan diri. Rasul Paulus memberitahukan bahwa dirinya adalah murid yang terbaik dari guru yang terkenal pada masa itu “Gamaliel” (KPR 23:3), ia memiliki kemampuan manajerial yang sangat baik, dengan prestasinya paling banyak mendirikan jemaat. Rasul Paulus adalah guru yang terkenal, memiliki pengetahuan yang luas, cerdas, cakap, memiliki keterampilan yang luar biasa, rajin dan sungguh-sungguh dalam pelayanan. Paulus, Petrus tetap komit dalam tugas-tugas pewartaan Firman Tuhan, walaupun pemimpin-pemimpin agama mengultimatum mereka agar mereka menghentikan kegiatan pewartaan Firman Tuhan. (KPR 2:14; 4:10…) tapi karena kuasa Roh Kudus yang membimbing, menuntunnya, mereka tetap bersabar, walau banyak ancaman, penolakan, bahkan pembunuhan, tetap melaksanakan tugas-tugasnya dengan tidak takut, itu semua karena Roh Kudus bekerja di dalam kehidupan para Rasulnya Yesus Kristus.

III.          KESIMPULAN DAN PENERAPAN
a.             Dari uraian di atas, saya berpendapat bahwa teori yang disampaikan Peter Wagner, tentang pentingnya kuasa Roh Kudus dan kepemimpinan yang baik di dalam gereja sangat relevan untuk diterapkan. Beberapa gembala yang menerapkan strategi ini yang saya amati adalah “ Pdt. Niko Njotorahardjo, Pdt. Yesayas Pariadji, Pdt. Jacob Nahuway, Pdt. Timotius Arifin, Pdt. Alex Abraham, Pdt. Yusak Hadisiswantoro, Pdt. Stephen Tong, dll. Dikalangan pendeta Pantekosta dan Kharismatik pertumbuhan gereja sangat luar biasa. Beberapa penginjil juga yang datang ke Indonesia mengadakan KKR seperti Benny Hinn untuk mendemonstrasikan kuasa Roh Kudus. Para jemaat yang datang adalah bertujuan untuk jamahan Roh Kudus yang membuat banyak mukjizat kesembuhan. Oleh karena itu, saya mengajak para gembala yang sedang merintis jemaat (yang memulai pelayanan) supaya meminta kepada Tuhan “kuasa untuk menyembuhkan orang sakit, mengusir setan-setan, melepaskan orang-orang dari kuasa kegelapan” (Matius 10:1). Menurut saya, hal itu menunjukkan suatu kerinduan dan kebutuhan sebab Tuhan sangat menghargai usaha-usaha yang sungguh-sungguh untuk meminta dari Tuhan (Lukas 11: 1-13).
b.           Bagi masyarakat Indonesia, pemimpin lebih berperan dari pada sistem. Hal ini juga berlaku di tempat tugas gereja, pada umumnya. Oleh karena itu teori Peter Wagner menyangkut pertumbuhan gereja dan menjalankan kepemimpinan yang baik untuk pertumbuhan dan pengembangan gereja masih relevan, dan keduanya harus berjalan beriringan.
c.           Menjadi pemimpin yang baik, tentu saja tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Setiap orang memerlukan proses menuju kepemimpinan yang baik, dan membutuhkan waktu dan kesempatan untuk mendewasakan kepemimpinan itu sendiri. Kita harus bersedia menerima tanggung jawab yang paling kecil, akan membuka peluang yang lebih besar. Bersamaan dengan tanggung jawab itu, kita memperoleh kuasa dari Tuhan, sehingga kita mampu untuk memimpin lebih baik. Seorang pemimpin yang baik akan berusaha untuk menjaga kepercayaan yang diberikan Tuhan kepadanya.
d.           Beberapa pendeta beraliran Pantekosta dan Kharismatis, yang melaksanakan demonstrasi kuasa dan kepemimpinan yang baik yang saya amati sebagaimana saya sebutkan tadi di atas, saya melihat paling tidak 2 (dua) hal yang ditonjolkan, pertama demonstrasi kuasa Roh Kudus dan kedua kepemimpinan yang berwibawa. Dalam pengamatan saya misalnya istilah minyak urapan, adalah sumbangan Gereja Tiberias dalam pelayanan gerejawi di Indonesia. Disamping itu, perjamuan kudus yang sudah lazim dilaksanakan, mendapat makna baru dengan penerapan perjamuan kudus di Gereja Tiberias minyak urapan, dan perjamuan kudus menjadi sarana kuasa ilahi dan tidak sekedar simbol atas karya Kristus bagi orang percaya.

IV.         PENUTUP
1.      Saya pikir ketokohan pimpinan gereja-gereja di Indonesia tidak jauh beda dengan ketokohan pemimpin gereja-gereja Barat. Akan tetapi nama-nama pemimpin gereja-gereja di Indonesia tenggelam oleh penganggapan tokoh-tokoh gereja Barat, dan mengurangi wibawa ketokohan pemimpin gereja-gereja di Indonesia. Mahasiswa Teologi/Kependetaan/PAK di Indonesia dengan gampang dan mudah mengingat nama-nama teolog Gereja Barat. Mungkin menyebut nama satu tokoh Gereja di Indonesia sangat sulit. Saya pernah memberi ceramah di salah satu PTT/AK tentang Keesaan Gereja di Indonesia. Saya menyebutkan nama Kiyai Sadrakh, dan saya bertanya kepada Saudara-saudara Mahasiswa yang sudah menyusun Skripsi S1 Teologi/Kependetaan, Mahasiswa tersebut dengan senyum, dan bangga menjelaskan kepada saya, tokoh Sadrack dalam kitab Daniel. Bagi saya selaku pernah menjadi Dosen, saya merasa bahwa teman-teman saya yang S2, S3 belum begitu akrab dan mengajarkan tokoh Kristen yang satu ini “Kiyai Sadrakh” adalah penginjil atau pewarta khabar baik di kalangan orang-orang Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Dia bukan saja seorang tokoh/penginjil, dia juga penggerak dalam bidang pertanian, peternakan, perikanan, dan pendidikan, serta penggerak ekonomi desa, untuk masyarakat di sekitarnya.


2.      Saya melihat bahwa Gereja-gereja Protestan di Indonesia sudah mempelopori teologi kontekstual, akan tetapi masih sebatas konseptual – abstrak, masih mempergunakan cara-cara/pola pikir Barat. Sebaliknya, teman-teman Pantekosta/Kharismatik yang berpikiran konkrit, tapi kurang menerima teologi kontekstual. Alangkah indahnya bila Gereja-gereja di Indonesia bisa menerima teologi kontekstual dan mengembangkan cara-cara berpikir konkrit dan praktis.
3.      sudah saatnya Gereja-gereja menghormati pendiri Gerejanya dengan mengabadikan nama dan perjuangannya dalam buku, patung, atau orang-orang berjasa secara istimewa dan bukan pengultusan. Yang patut kita kultuskan hanyalah Tuhan Yesus Kristus. Tapi murid-muridnya yang istimewa perlu di kenang tentang peran dan pemikirannya, maupun jasa-jasanya.


 
DAFTAR KEPUSTAKAAN
1.   Peter Wagner, Pertumbuhan Gereja dan Peranan Roh Kudus, Malang. Gandum Mas, 1982.
2.   Sutarman Soediman Partowadi, Komunitas Sadrach dan Akar Kontekstualnya, Jakarta. BPK Gunung Mulia, 2001 dan C. Guillot, Kiai Sadrach Riwayat Kekristenan di Jawa, Jakarta. Gramedi, 1985.
3.      Steven H. Talumewo, Sejarah Gerakan Pantekosta, Yogyakarta. ANDI, 2008.
4.   Anton Wesseis, Arab dan Kekristenan. Gereja-gereja Kristen di Timur Tengah, Jakarta. BPK Gunung Mulia, 2001.
5.    Petrus Octavianus, Peran dan Pemikiran, Batu Malang. Dep. Literatur YPPII, 1998; Solusi Mengatasi Krisis Bangsa Indonesia, Batu Malang, Dep. Literatur YPPII, 2002; dan Mengapa Orang Kristen Menerima Pancasila Sebagai Satu-satunya Azas, Malang. Gandum Mas, 1985.
6.    DR. Jacob Tomatala, Kepemimpinan Kristen, Mencari Format Kepemimpinan Gereja yang Kontekstual di Indonesia, Jakarta, 2002; dan Pemimpin yang Handal, Pengembangan Sumber Daya Manusia Kristen Menjadi Pemimpin Kompeten, Jakarta, 2005.
7.        Hendrik Kraemer, From Missionfield to Independent Church; Report on Decisive Decade in The Growth of Indigenous Churches in Indonesia, The Hague: Boekencentrum, 1958.
8.  Douglas J. Elwood, Asian Christian Theology, Emerging Themes, Philadelphia: Westminster Press, 1980.
9.        David J. Bosch, Transforming Mission, New York. ORBIS Book, 1991.
10.   World Mission, A Compendium of The Asia Mission Congress, 1990.
11. Dewan Pertimbangan Presiden, Peranan Agama Dalam Kehidupan Berbangsa dan Bernegara, Jakarta, 2008.



Orasi Ilmiah oleh:
 
DR. Saur Hasugian, M.Th., D.D.
Dalam Rangka Wisuda VI STT Tiberias Jakarta
Tanggal 27 Nopember 2012